Selasa, 05 November 2019

APA YANG SALAH DENGAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA.


Hasil gambar untuk anak sekolah yang sedih
Well, banyak sekali yang salah dengan system pendidikan di Indonesia, actually hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia. Wait, did I explain system pendidikan Indonesia sudah bobrok? NO? Well, first let see, apa kalian tahu berapa banyak anak-anak yang berhenti sekolah setiap tahunnya? No? Me neither, actually Nobody knows the exact number, but I bet everybody knows it’s a lot, dan yang paling  buruk adalah angka ini semakin meningkat setiap tahunnya.  Alasan drop out pun beragam, hamil di luar nikah yang paling popular for your information. So what the hell happened here, nobody teach student that mereka harusnya melakukan hubunungan intim di luar nikah, kita bahkan mengajarkan mereka kalau itu akan membuat mereka masuk neraka, which is scary as fuck, and they still do it.
Menurutku sendiri, itu bukanlah hal terburuk pada system pendidikan, kalian pasti berfikir jika hamil di luar nikah bukan yang terburuk then this must be some huge problem, yess hon, this is a huge problem, masalah yang paling besar adalah hampir tidak ada  murid yang bahkan ikut belajar dalam proses belajar mengajar di kelas. Kalian pasti berfikir what a crazy chick, “gue tiap hari masuk kelas, aku g pernh absen k, aku hafal system periodic”. NO, yang ku maksud ikut belajar di kelas bukannya duduk diam di kelas sambil sesekali tertawa ketika ibu bapak guru bercerita tentang kesuksesan anak-anak mereka ( Yups, ini merupakan Top 2 cerita bapak ibu guru di kelas). Berada di dalam kelas dan mengikuti pelajaran adalah dua hal yang berbeda, kalian bisa mengatakan ibu Kartika sedang berada di kelas VIII A menjelaskan tentang terjadinya Peristiwa Rengasdengklok, yang mana hal yang terjadi hanya ibu kartika membaca buku pelajaran sambil memberikan detail sejarah tentang peristiwa rengasdengklok kepala murid-murid di kelas VIII A yang sedang terpaksa diam mendengarkan karena takut di hukum oleh ibu kartika jika mereka bersuara. Itu bukanlah kegiatan belajar mengajar yang seharusnya tercipta di ruang kelas. Kegiatan itu adalah menjelaskan dan mendengarkan, kegiatan belajar mengajar seharusnya membuat murid-murid mau mendengarkan tanpa terpaksa, mereka harus mau ikut dalam cerita sejarah Rengasdengklok, kita harus bisa membuat mereka engage, kita harusnya membuat mereka penasaran akan apa yang terjadi di masa lalu. That is belajar dan mengajar.
Seorang guru harusnya tidak hanya menjadi perantara informasi yang mereka dapatkan di kampus lalu di beritahukan pada murid di kelas, I means, peran itu sudah di ambil oleh google, murid ‘belajar’ bukan karena mereka ingin tahu, mereka belajar karena terpaksa, karena mereka takut akan masa depan yang suram jika tidak mengetahui apa yang terjadi di masa lalu, what a joke. Itukan yang merupakan Top 3 yang selalu di katakana guru, “kalau kalian tidak belajar, mau jadi apa nanti?” kalian mungkin tidak sadar tapi aku sedang mengikuti cara bicara guru SMAku dulu. Inilah yang terjadi di sebagian besar kelas-kelas di Indonesia, trust me, aku seorang guru dan seoarng murid. Kalau hal di atas belum bisa menyakinkanmu kalau ini adalah masalah besar yang sedang kita hadapi, let me get another example;
            Berapa dari kalian yang pernah mempelajari sudut sudut special dalam Matematika? Everyone? Great, and apakah kalian masih ingat berapa nilai cos 90? No? None? But kalian pernah mempelajinya, bahkan sebagian dari kalian memperlajinya di SMP dan SMA, dua kali dan tidak ada yang tahu, what the hell. Kalian pasti sedang berfikir memangku aku tahu, well No, I don’t know either, but why almost everyone doesn’t know? My best guess is because we don’t use it, So, kalau kita tidak memerlukannya untuk apa kita mempelajarinya? Exactly my POINT.
Murid tidak ikut serta dalam pembelajaran karena deep down mereka tau apa yang sedang plajari sekarang ini tidak relevant pada kehidupan mereka nantinya, mereka sudah tau kalau ini akan percuma, mereka yakin bahwa mereka tidak akan ingat dengan apa yang sedang bapak atau ibu gurunya sedang jelaskan, so why bother? I just go through timeline once more.
            Hal-hal ini adalah sesuatu yang ada di unconscious mind, which kita bahkan tidak sadari terjadi di dalam pikiran kita. Its remind me of a beautiful quote that says “when you want  something really bad, you will find a way, but if you doesn’t then you find an excuse”. Aku tidak begitu ingat ini ucapan dari ahli apa, yang jelas ini sangat terkait dengan apa yang coba ku jelaskan, quote di atas menjelaskan bagaimana keinggin seseorang sangat berpengaruh pada kesehariannya, ketika kamu menginginkan sesuatu, maka even thought that seem imposible you’ll find a way, kamu pasti bakal ketemu jalan untuk mendapatkan hal tersebut, but sebaliknya kalau kamu tidak begitu menganggap sesuatu itu penting, dalam hal ini materi pelajaran, 10 kali di jelaskan pun tidak kamu tidak akan bisa mengerti, 10 kali pengulangan mungkin akan membuatmu menghafalnya, tapi kita semua tahu how different menghafal dan mengerti suatu materi.
            Kalian pasti pernah mengalami bagaimana perbedaan waktu di dalam dan di luar kelas, dimana satu mata jam pelajaran yang hanya memakan waktu 45 menit akan terasa 4 jam jika diajarkan oleh guru yang membosankan atau sedang mengajarkan pelajaran yang kalian tidak sukai, well kalian tidak sendiri gyus, because me to, and aku yang terbaik di kelasku ( pamer dikit boleh dong ), basically everyone have felt that way at one point in their life, semua pernh mengalami hal tersebut. Dimana apa yang kalian lakukan hanya melihat jam setiap lima menit, berharap guru kalian tiba-tiba di sakit dan harus di larikan ke rumah sakit (I’m crazy), setiap menit terasa seperti di neraka, dimana hal yang paling kalian inginkan bukan lagi di notice by your crush but for the bell to ring, damn I miss that moment. Hal tersebut akan berdanding terbalik jika kalian sedang melakukan hobby kalian atau hal yang kalian sukai dimana waktu berjalan sangat cepat,  waktu sejam terasa semenit dan kalian berharap untuk mengulangi satu jam yang sangat berharga tersebut. The things is, tidak ada orang normal yang akan menikmati duduk di ruangan tertutup, tidak boleh mengobrol, dan sesekali di tatap sinis oleh seseorang yang duduk manis di depan, nobody like being a student, kita melakukannya hanya karena semua orang harus melalui masa tersebut di hidupnya. Kalian melihat bukti diluar sana, apa yang terjadi jika seseorang tidak sekolah, di tambah lagi pressure dari oarng tua

Sistem Pendidikan Sudah Basi


           
I am a fucking teacher. And being a teacher tidak hanya duduk di kelas sambil mebacakan buku pada anak-anak yang sebagian besar ingin meracuni gurunya karena sudah tidak sabar ingin keluar kelas untuk bermain. Yups, the irony, being a teacher juga berarti kau bertanggung jawab atas masa depan anak-anak yang tadi ingin membunuhmu. Memulai sesuatu dengan keluh kesah mungkin bukan cara terbaik untuk menarik pembaca, jadi kalau mau pergi, please, this is your time karena ini akan semakin menarik, kidding hhhhh, you are going to be bored out of your mind until you want to kill the author, apa yang kau harapkan dari penulis yang juga seorang guru. okay, let’s start before you really take a knife.
            Seperti yang kalian bisa tebak, saya seorang guru bahasa inggris di sekolah terpencil, tepatnya di salah satu kabupaten di Sulawesi selatan. Lahir di tahun 1996. Seorang guru millennial yang mendapatkan pendidikan dari baby boomer, dan harus mendidik anak-anak dari generasi Z, if you don’t know Genarasi Z, google it. So seperti yang kalian lihat kami guru-guru dengan tantangan yang sangat sangat besar, kami di haruskan memahami ketiga generasi untuk dapat melanjutkan pekerjaan. Guru millennial di hadapkan pada teman kerja akan generasi baby boomer yang menganggap “anak-anak jaman sekarang” adalah anak yang tidak tau sopan santun, selfish, tidak bisa diam dan hanya bermain HP sepanjang hari which is true as fuck, tapi itu tidak berarti semua yang di lakukan anak-anak generasi z tersebut tidak bermamfaat. Mereka bermain HP karena memang itulah hiburan yang 10x kali lebih baik di bandingkan duduk diam di kelas mendengarkan kisah hidup dari guru mereka, entah mengapa guru-guru baby boomer really loves telling their life stories, saya saja masih ingat kisah guru-guruku dikampus dulu, dan aku sudah jadi guru for god shake,, I wonder how many times I have heard them then.
Okay, stop. 3 generasi bukanlah sesuatu yang akan di bahas disini, but at leats kalian sudah lihat bagaimana pendidikan di Indonesia sekarang, inilah pendidikan yang ada di Indonesia, dimana guru dan murid memiliki perbedaan genarasi yang juga membuat mereka memiliki perbedaan perfective dalam kehidupan, apa yang di anggap guru baby boomer terbaik adalah hal yang murid anggap sangat tidak relevan untuk generasi mereka. Kalian masih belum mengerti? Here is the example;
Kartika lahir dari seorang ibu rumah tangga biasa dengan ayah seorang PNS pada tahun 1978, yups baby boomer. Selama hidupnya dia di ajarkan oleh ayahnya kalau dia rajin belajar dan masuk Universitas maka hidupnya akan terjamin, minimal tidak kekurangan. Dan itu yang kartika lakukan, di belajar dengan giat di sekolah, mendapat rengking satu di kelas mulai dari SD sampai SMP, sampai di terimah di sebuah universitas ternama di kotanya, lulus dengan predikat terbaik, long story short dia akhirnya menjadi seorang dosen di universitas tempatnya dulu belajar, bertemu sang suami di tempat kerja yang juga seorang dosen. Mereka memiliki seorang anak yang lahir di tahun 90’an aka generasi millennial. Karena kartika merasa hidupnya berhasil berkat cara ayahnya mendidiknya dia pun mendidik anaknya dengan cara yang sama, dia menyisipkan setiap pesan kalau kau tidak belajar maka kau tidak akan berhasil, kamu harus memiliki pendidikan yang tinggi untuk dapat berhasil di dunia. Inilah yang di ketahui kartika selama hidupnya, maka inilah yang di turunkan kartika pada anaknya yang dia inginkan lebih berhasil dari dirinya, apa yang tidak di ketahui oleh kartika adalah dunia yang dahulu dia tahu berbeda dengan dunia yang sekarang anaknya jalani. Dunia yang anaknya jalani adalah dunia dimana ia bisa melihat dunia dengan satu tombol klik, suatu hari Rio, anak dari kartika berpura sakit Karena tidak mau kesekolah dan lebih memilih tinggal di rumah bermain dengan Hpnya, kartika yang mengetahui hal ini sangat marah, dia bertanya pada anaknya mengapa dia tidak mau kesekolah. Kira – kira begini percakapannya,
Kartika            : Rio, kenapa tidak kesekolah nak
Rio                  : Emang orang kenapa sih harus sekolah?
Kartika            : maksud kamu apa? Yaa orang sekolah supaya dapat kerja
Rio                  : Kerja buat apa coba?
Kartika            : kamu kerja biar dapat uang rio, buat makan, supaya kaya
Rio                  : Ma, liat deh, orang-orang kaya di dunia g harus sekolah kok, liat Micheal Jakson, Beyonce, Pemilik MC Donals dll, mereka semua punya banyak uang, bahkan lebih dari mama tapi mereka g perluh hapal-hapal teori grafitasi ( sambil menunjukkan video youtube tentang 7 orang sukses dunia)
Kartika            : …
Rio terlihat seperti anak yang sangat kurang ajar kan, I know, tapi coba kalian baca kembali, perhatikan dia juga tidak salah, dia bahkan memberikan fakta yang solid (video youtube hhhh), inilah yang membuat sang ibu yang lahir di jaman baby boomer tidak bisa berkata-kata, fakta bahwa apa yang di sampaikan rio itu benar. Orang yang tadi di sebutkan rio adalah contoh orang-orang yang kartika inginkan Rio menjadi ketika sudah dewasa, sukses, terkenal dan kaya. Tapi seperti yang Rio sebutkan, MJ tidak menyanyikan teory grafitasi di panggung, dan MC Donald hanya perlu menggoreng ayam for god shake.
 Okay, aku tidak menyarankan untuk anak-anak agar tinggal di rumah sambil nonton video di youtube di banding ke sekolah, NO, it’s just show that setiap orang tua harusnya bisa melihat dari sudut pandangnya anaknya, bukannya memaksakan cara belajar yang sudah basi pada anak-anak di jaman modern. Cerita di atas menunjukkan kartika sebagai system pendidikan di Indonesia sedangkan Rio sebagai murid-murid di Indonesia, bedanya Rio dapat mengutarakan pendapatnya di depan kartika dan di dengarkan, sedangkan murid-murid kita di Indonesia tetap di paksa belajar dengan cara lama tanpa di dengarkan sudut pandangnya oleh system pendidikan.
Buku ini saya anggap sebagai murid yang ingin di dengarkan persfectivenya oleh pemerintah, oleh guru, oleh orang tua yang tetap memaksakan cara mereka kepada anak-anak yang tidak berdaya ( OMG, guee jadi lebayy ). Dengan buku ini setidaknya semua pihak dapat melihat ke dalam persfective yang berbeda-beda, dengan mengetahui dari berbagai sisi, setidaknya kita semua tidak lagi berfikir bahwa “anak-anak jaman sekarang memang malas” melainkan berfikir tentang bagaimana cara mengajarkan anak-anak agar dapat menjadi penerus bangsa.